QRIS Dikenai PPN 12 Persen, Pengamat: Volume Pembayaran Digital Diprediksi Turun, Tunai Meningkat

IDNNEWS.CO.ID, Jakarta – Pengenaan PPN 12 persen dalam transaksi QRIS Diprediksi Pengamat ekonomi akan menurunkan volume transaksi digital dan kembali pada pembayaran tunai.

“Kalau memang pakai QRIS ternyata juga terkena dampak PPN 12 persen, tentu masyarakat akan kembali ke tunai. Ngapain pilih QRIS kalau memang nanti kena PPN 12 persen? Jadi, perilaku orang itu sebenarnya rasional dan akan selalu menyesuaikan,” kata Rahmat Setiawan, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Airlangga (UNAIR), Minggu (29/12/2024).

Pihaknya juga menegaskan, QRIS dikenai PPN 12 persen berseberangan dengan kampanye pemerintah bersama Bank Indonesia (BI) yang ingin meningkatkan jumlah transaksi non-tunai.

Bacaan Lainnya
BACA JUGA:  Potensi Batam Cukup Tinggi, Mirae Asset Resmikan Kantor Cabang ke-25

Selain itu, upaya pemerintah dalam memberikan kemudahan transaksi dan mengurangi tindak pencucian uang juga bisa terhambat dengan adanya kebijakan tersebut.

“Mekanisme pencucian uang kalau tunai itu cari buktinya sulit. Kalau pakai non-tunai pasti ter-record,” imbuhnya.

Aplikasi QRIS
Aplikasi QRIS

Dalam kesempatan itu, ia juga menjelaskan, meski terdapat pengecualian terhadap beberapa jenis barang, kebijakan tersebut tetap memiliki celah untuk menyasar kebutuhan sehari-hari masyarakat.

“Yang di luar pengecualian itu tidak cuma barang mewah, contoh deodoran, pasta gigi dan sabun. Itu semua bukan barang mewah, tapi kita butuhkan sehari-hari dan kena PPN 12 persen tadi,” ujarnya.

Kenaikan PPN 12 persen, tegas dia, juga dapat meningkatkan jumlah pengangguran, karena beban hidup masyarakat secara umum akan naik yang berdampak pada turunnya daya beli masyarakat, sehingga konsumsi juga turun.

BACA JUGA:  Eneng Ifny dan Givri KDI Ajak Emak-emak Kompak Dukung Rudi - Rafiq di Pilgub Kepri

“Maka, akan terjadi penurunan produksi karena barang-barang yang diproduksi tidak ada yang konsumsi, sehingga nanti jumlah pengangguran akan meningkat,” katanya.

Ia berharap, pemerintah bisa membatalkan kenaikan PPN tersebut. Karena menurutnya, pemerintah masih memiliki opsi untuk tidak menaikkan PPN tanpa mengubah UU.

“Pemerintah sebenarnya memiliki kewenangan untuk menurunkan sampai minimal 5 persen atau menaikkan sampai maksimal 15 persen sesuai UU HPP Pasal 7 ayat (3). Jadi, sebenarnya masih ada ruang untuk tetap di 11 persen tanpa harus mengubah UU,” tandasnya. (Suarasurabaya)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *