UMN Naik 6,5 Persen, APINDO Batam : Kebijakan Itu Harusnya Diserahkan Daerah

Ketua APINDO Kota Batam, Rafki Rasyid
Ketua APINDO Kota Batam, Rafki Rasyid

IDNNEWS.CO.ID, BATAM – Pemerintah Pusat melalui Presiden Prabowo Subianto telah mengumumkan kenaikan upah minimum nasional sebesar 6,5 persen. Namun demikian, kebijakan ini masih menunggu regulasi resmi untuk pelaksanaannya.

Merespon hal tersebut, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Batam, Rafki Rasyid, mengungkapkan kekhawatiran terkait rencana kenaikan upah minimum sebesar 6,5 persen dinilai berpotensi memberatkan dunia usaha di tengah kondisi pasar global yang sedang menurun.

Rafki menegaskan ketidakpahaman akan dasar pertimbangan pemerintah mengambil kebijakan kenaikan upah tersebut.

Bacaan Lainnya
BACA JUGA:  Video Cagub Ansar 'Bagi-bagi Uang' di Momen Kampanye Pilkada Viral

“Angka 6,5 persen ini sangat memberatkan dunia usaha, apalagi saat ini kita sedang menghadapi tekanan ekonomi global,” tegas Rifki.

Rafki memperingatkan bahwa kenaikan upah minimum berpotensi mendorong terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) besar-besaran, memberikan beban tambahan pada pelaku usaha yang sudah tertekan kondisi ekonomi global, serta menurunkan daya saing industri di Batam.

Lebih lanjut, Rifki mengungkapkan kekagetannya atas proses penetapan upah minimum yang kini melibatkan campur tangan presiden.

“Selama ini, keputusan upah minimum ada di tangan Gubernur dengan rekomendasi Dewan Pengupahan. Sekarang, keputusan ditarik ke pusat, ini sangat tidak tepat,” ujarnya.

BACA JUGA:  Kamaluddin: Kami Tetap Unggul, Manipulasi Opini Publik Tak Ganggu Hasil Survei Kredibel

Pengusaha senior ini menekankan pentingnya memperhatikan karakteristik lokal.
Setiap daerah memiliki kondisi ekonomi yang berbeda

Pemerintah pusat tidak mungkin memahami seluk-beluk ekonomi lokal secara menyeluruh
Keputusan sepihak berpotensi merugikan pelaku usaha dan buruh di daerah

Apindo Batam mendesak pemerintah untuk meninjau kembali kebijakan kenaikan upah minimum, melibatkan stakeholder lokal dalam pengambilan keputusan dan mempertimbangkan kondisi riil dunia usaha.

“Kami berharap keputusan upah minimum dikembalikan ke daerah, yang paling paham kondisi lokal adalah masyarakat setempat,” tegas Rafki lagi. (***)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *