IDNNEWS.CO.ID, Batam — Di tengah hamparan laut biru dan semilir angin Selat Singapura, gema beduk dan sorak penonton kembali terdengar. Perahu-perahu hias meluncur gagah di antara gelombang, membawa semangat yang sama seperti puluhan tahun silam: semangat kebersamaan masyarakat Melayu Belakang Padang.
Inilah Sea Eagle Boat Race, lomba perahu elang laut yang tak sekadar adu cepat di atas air, melainkan napas kebudayaan yang kembali berdenyut setelah lama terhenti.
Bagi masyarakat Kekerabatan Keluarga Besar Melayu (KKBM) Kecamatan Belakang Padang, Sea Eagle Boat Race bukan sekadar festival olahraga, tapi pengejawantahan cita-cita luhur: membangkitkan kesejahteraan dan kebanggaan masyarakat hinterland melalui seni, budaya, dan gotong royong.


“Kami ingin membangkitkan ekonomi masyarakat tanpa membebankan pemerintah, tanpa meminta-minta,” tutur Osman Hasyim, salah satu penggagas utama.
Kala itu, ia bersama para tokoh KKBM bertekad menciptakan gagasan besar: menjadikan Belakang Padang—sebuah pulau kecil di perbatasan Batam—sebagai objek wisata budaya yang hidup, tempat di mana tradisi Melayu tidak hanya dipertontonkan, tapi dihidupi.
Konsep mereka sederhana namun kuat: menjadikan kegiatan masyarakat sebagai “objek” yang mampu menciptakan multiplier effect ekonomi, sambil menjaga akar seni dan budaya Melayu agar tidak punah.
“Semua dilakukan dengan semangat gotong royong,” kenang Osman. “Kami ingin orang dari daratan Batam, bahkan dari Singapura dan Malaysia, datang berkunjung, merasakan kehangatan budaya Melayu yang tak bisa ditemukan di kota metropolitan.”











