Refleksi 60 Tahun, Menjahit Jejak di Jantung Telkom

Catatan AVP External Communication Telkom, Sabri Rasyid yang biasa dipanggil Daeng Acid

Langit Batam di akhir 1993 berkilau dengan garis-garis laut yang berkelip, namun di hati saya, ada getar lain: ini adalah awal perjalanan bersama Telkom. Usia saya baru 25, penuh semangat, meski kadang terhuyung oleh ketidakpastian.

Telkom, raksasa telekomunikasi negeri ini, adalah lautan luas yang menantang sekaligus memikat. Di Batam, saya bukan sekadar karyawan baru, tetapi sempat jadi saksi sejarah.

Bacaan Lainnya

Saya ada di sana dan tergabung dengan satgas Mobile yang membidani kelahiran Telkomsel pada 1995, bayi baru yang kelak menjadi tulang punggung komunikasi seluler Indonesia.

Setiap sambungan telepon yang kami pasang di pulau industri itu terasa seperti menancapkan fondasi bagi mimpi besar: menghubungkan negeri. Saya belajar bahwa bekerja bukan hanya soal tugas, tetapi soal menangkap denyut harapan masyarakat.

Tahun 2001, saya melangkah ke Makassar, kota anging mamiri yang penuh warna. Di sini, tantangan baru menanti. Telkom sedang berlari kencang, dan saya mendapat kesempatan memasarkan Telkom Flexi, layanan telepon nirkabel yang jadi pelengkap era telepon kabel yang kaku. Saya ingat betapa warga Makassar, dari pedagang di Pasar Butung hingga pegawai kantoran, antusias menyambut Flexi.

BACA JUGA:  Mudik Aman Bersama BUMN 2025: TelkomGroup Lepas Ribuan Pemudik Menuju Kampung Halaman

Kampanye gaya lokal: Flexi Bisa Tonji, jadi kunci keberhasilan pemasaran kala itu. Ini bukan hanya soal angka penjualan, tetapi soal membawa Telkom lebih dekat ke kehidupan sehari-hari.

Setiap kontrak layanan yang ditandatangani, setiap senyum pelanggan, adalah pengingat bahwa Telkom bukan sekadar perusahaan, melainkan jembatan yang menghubungkan cerita-cerita manusia.

Pada 2006, Bandung menyapa dengan udara sejuk dan dinamika yang kian kencang. Telkom sedang bertransformasi, dan saya berada di garis depan untuk memasarkan Telepon Rumah dan Speedy, layanan internet broadband yang kala itu terasa seperti lompatan ke masa depan.

Saya masih ingat malam-malam panjang di kantor Telkom Bandung tepatnya di Jl Windu Bandung, kami merancang strategi agar Speedy masuk ke setiap rumah, dari perumahan elite di Dago hingga gang-gang kecil di Cicadas. Bandung mengajarkan saya tentang inovasi dan keberlanjutan. Totalitas bekerja tetap penting, tetapi cinta pada Telkom berarti memastikan perusahaan ini tak hanya bertahan, tetapi terus relevan di tengah zaman yang berubah cepat. Saya belajar bahwa setiap sambungan internet yang kami pasang bukan sekadar kabel, tetapi pintu menuju dunia baru bagi pelanggan.

BACA JUGA:  Telkom Pertegas Komitmennya Terapkan Energi Terbarukan di Hari Bumi 2025

Selanjutnya, Jakarta sejak 2010, menjadi panggung terbesar dalam perjalanan saya. Sebagai bagian dari Divisi Business Service, sebuah divisi yang dilahirkan untuk menyentuh segmen UKM, tulang punggung ekonomi Indonesia.

Di sini, saya melihat Telkom dari sudut yang lebih luas: bukan hanya soal teknologi, tetapi soal memberdayakan masyarakat. Salah satu momen terbesar dalam karier saya adalah kelahiran Rumah Kreatif BUMN di Labuan Bajo pada 2015. Saya ada di sana, merancang dan melahirkan inisiatif yang kini telah beranak-pinak menjadi 40 Rumah BUMN Telkom dan menjadi inspirasi bagi BUMN lainnya, dari Sabang sampai Merauke.

Program ini bukan sekadar proyek; ia adalah wujud cinta pada Telkom dan Indonesia, sebuah upaya untuk memberi panggung bagi UMKM, mengajarkan mereka literasi digital, dan membantu mereka bersaing di pasar global. Setiap pelatihan dalam tahapan Go Modern, Go Digital, Go Online hingga Go Global, adalah bukti bahwa Telkom tak hanya soal bisnis, tetapi soal membangun masa depan bangsa.

Terakhir, Jakarta 2020, saya bergabung dengan tim hebat Corporate Communication Telkom, menjadi avatar pengendali isu di media. Di sini, saya belajar bahwa menjaga reputasi perusahaan adalah seni sekaligus tanggung jawab besar.

Setiap pernyataan, setiap respons terhadap krisis, adalah upaya untuk menjaga kepercayaan publik dan memastikan Telkom tetap berdiri tegak sebagai pilar komunikasi Indonesia. Saya terlibat dalam merancang narasi yang tidak hanya menjelaskan, tetapi juga menginspirasi, memastikan bahwa setiap langkah Telkom diterima sebagai bagian dari misi besar: memajukan Indonesia.

BACA JUGA:  Empat Tahun Berturut-turut, Telkom Masuk Dalam Jajaran Forbes World’s Best Employers 2024

1 Oktober 2024, secara resmi saya pun pangsiun. Meski untuk sementara saya tetap diminta bergabung di Unit External Communication Corcomm hingga saat ini. Pekerjaan ini mengajarkan saya bahwa cinta pada perusahaan bukan hanya soal inovasi atau layanan, tetapi juga soal menjaga kepercayaan, menjahit cerita yang memperkuat ikatan dengan masyarakat.

Hari ini, 6 Juli 2025, saat Telkom merayakan ulang tahun ke-60, saya menoleh ke belakang dengan rasa syukur. Dari Batam yang menjadi saksi lahirnya Telkomsel, Makassar dengan cerita Telkom Flexi, Bandung dengan Telepon Rumah dan Speedy, hingga Jakarta dengan Rumah Kreatif BUMN dan tugas saya di Corporate Communication, perjalanan saya bersama Telkom adalah kisah tentang menjahit jejak demi jejak. Totalitas adalah fondasi, tetapi cinta pada Telkom—cinta pada visi menghubungkan Indonesia—adalah yang membuat setiap langkah terasa berarti.

Selamat ulang tahun ke-60, Telkom.
Tetaplah bertransformasi, bukan hanya untuk hari ini, tetapi untuk memastikan perusahaan ini tetap berdetak sebagai nadi komunikasi bangsa, dari Sabang sampai Merauke, untuk generasi mendatang. Teruslah menjahit mimpi, teruslah menginspirasi.

Daeng Acid : Batam, 07/07/2025

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *