Rikson menilai dampak kebijakan ganda tersebut sangat terasa terhadap daya tarik Batam sebagai kawasan strategis. Investor cenderung membandingkan struktur biaya di Batam dengan wilayah lain seperti Singapura dan Johor.
Bila biaya lahan di Batam lebih tinggi tanpa jaminan kepastian hukum maupun infrastruktur memadai, investor bisa beralih ke lokasi lain.
“Keunggulan kompetitif Batam sebagai kawasan perdagangan bebas (FTZ) bisa terkikis. Karena itu, sudah saatnya ada reformasi kebijakan lahan di Batam,” kata Rikson.
Ia mengusulkan agar pemerintah menghapus UWTO bagi usaha kecil, menengah, dan hunian sederhana, atau minimal merasionalisasi tarif bagi pelaku usaha strategis.
“Dengan begitu, biaya operasional bisa lebih kompetitif dan cita-cita menjadikan Batam sebagai pusat pertumbuhan ekonomi kawasan dapat terwujud tanpa membebani masyarakat maupun dunia usaha,” pungkasnya.(*)











