Selain itu, mahasiswa mendesak agar perusahaan tambang di Tembeling agar bisa menyelesaikan persoalan lahan dengan warga dengan jalur persuasif.
“Mereka dipilih rakyat, untuk mewakilkan rakyat, tapi ketika wakil rakyat tidak berdaya, bagaimna rakyatnya mau melawan, toh wakilnya aja gak didengar,” ucapnya.
Lebih lanjut Zhen mengatakan, alasan perusahaan tambang tidak ingin mengganti rugi lahan warga bernama Lilik itu salah satunya karena merasa menjadi korban oleh pihak lain. Padahal, itu merupakan kesalahan dan kerugiannya yang dibuat perusahaan.
“Jadi ini saya anggap merupakan pengalihan tanggungjawab perusahaan. Karena merasa menjadi korban juga. Harusnya kerugian akibat ulahnya itu tidak bisa di tanggung oleh pak Lilik,” ujarnya.
Ketua GMNI Tanjungpinang – Bintan, Gabriel Renaldi Hutauruk juga ikut angkat bicara. Ia bahkan mendukung langkah rekomendasi DPRD Bintan agar perusahaan mengganti rugi lahan warga. Ia juga meminta DPRD Bintan dapat memberi teguran keras dengan tembusan ke Pemprov Kepri bahkan ke Pemerintah Pusat.
“Dasarnya penolakan rekomendasi ini. Penolakan ini gak bisa dianggap enteng, harus menjadi atensi semua pihak termasuk pemprov dan pemerintah pusat. Bila perlu cabut izin tambangnya,” imbuhnya.
Dia menguraikan, 17 orang memiliki surat Alashak yang menjadi dasar HGB PT GML teregister di Kelurahan Tembeling, namun dalam poin 2 disebutkan kelurahan perlu pembuktian lebih lanjut mengenai tata letak, luas dan lokasi tanah.
“Ini ada yang rancu terkait surat keterangan register dari Kelurahan, bagaimana mungkin kelurahan bisa register surat tapi tidak tahu lahannya dimana, saya baru lihat ada surat register dari kelurahan menyebutkan ini,” ujarnya.
Surat keterangan register alashak dasar HGB PT GML berbeda dengan surat register Ciangbun di Desa Tembeling dan Kecamatan Teluk Bintan. Perbedaannya, surat keterangan register alashak Ciangbun tidak ada menyebutkan perlu pembuktian lebih lanjut soal letak, luas maupun lokasi tanah.
Mirisnya lagi, diantara 17 alashak yang menjadi dasar HGB PT GML salah satu nama tidak mengetahui lokasi tanahnya sendiri dan namanya hanya dipinjam pakai oleh seseorang, ia menduga ada permainan dalam penerbitan surat alashak yang mereka miliki.
Padahal, dalam RDP DPRD Bintan, pihak BPN maupun Lurah, Kecamatan dan bahkan DPRD sudah menyarankan agar pihak perusahaan itu melakukan penyelesaian lewat mediasi yaitu dengan jalur kekeluarga dengan mengganti rugi lahan warga bukan Litigasi.
“Ini warga tidak mampu, tidak berdaya, sampai LBH tempat ia mengadu karena tidak kesanggupannya jika konsekuensi itu nanti ditempuh ke jalur hukum. Harusnya perusahaan sadar, keberadaan tambang pasir di tembeling salah satu manfaatnya ke masyarakat sekitar, bukan hanya soal PAD,” ucapnya.
Mahasiswa pun menantang PT GML agar berani buka-bukaan selama bertahun-tahun menambang pasir di Tembeling, Bintan apa saja yang telah dibuat oleh masyarakat sekitar. Apa keuntungan masyarakat sekitar atas keberadaan tambang pasir tersebut.
“Mesti rill, berapa omsetnya hasil nambang pasir agar bisa tahu pajaknya ke daerah. Kami dari mahasiswa mendesak agar dilakukan audit menyeluruh atas keberadaan tambang pasir di Tembeling Bintan,” tegasnya.
Hal senada disampaikan Ketua HMI Tanjungpinang -Bintan, Tomi Suryadi. Ia turut menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap marwah DPRD karena telah ditolak rekomendasinya oleh perusahaan tambang besar di Tembeling.
Ia pun khawatir, akan ada perusahaan-perusahaan lainnya dengan gampang menolak rekomendasi DPRD nanti apabila sampai ke meja RDP, sebab sudah menjadi catatan publik bahwa perusahaan tambang dengan gampang menolak rekomendasi DPRD.
“Bisa saja nanti ada RDP di lain kasus mengenai masyarakat dengan perusahaan, bisa ditolak rekomendasi DPRD karena sudah ada kejadian tidak berdaya. Ini preseden buruk buat lembaga wakil rakyat,,” tuturnya.
Ia lantas menyerukan agar perusahaan tambang di Tembeling sudah sepatutnya segera di audit menyeluruh, mulai dari anggaran CSR, pajak ke daerah apakah sudah sesuai dengan nilai jual, IUP garapannya di lokasi tambang apakah sudah sesuai IUP atau tidak, serta surat tanah yang menjadi dasar HGB perusahaan.
“Publik harus tahu ini semua, jangan ada yang disembunyikan, kita tahu sudah banyak kejadian-kejadian pertambangan ini, kita harus kontrol bersama,” katanya.
Karut-marut yang terjadi belakangan ini di perusahaan tambang telah mengorban warga sudah sebaiknya dihentikan segera, pemerintah daerah dan DPRD tidak boleh menutup mata melihat masyarakatnya.
“Jika ini berlarut tanpa ada penyelesaian dan apalagi pemda dan DPRD gak berdaya, kami dari mahasiswa akan siap turun ke jalan membawa aspirasi masyarakat, dan bila perlu kami akan surati presiden Prabowo untuk segera diambil tindakan tegas terhadap perusahaan tambang ini, perusahaan tambang adalah atensi Presiden Prabowo,” ucapnya.(**)
