OPINI: Bertaruh Nasib di Batam: Bumi Semua Bangsa

Ada cerita tersendiri tentang hotel tempat saya bermalam. Konon pemiliknya seorang perantau bermarga Aritonang. Ia lahir di kampung kecil Tarutung, pernah menjadi kernet angkot Tarutung-Sibolga. Kini ia tegak sebagai konglomerat Batam, dengan hotel ini sebagai monumen perjuangan hidup. Kisahnya bukan soal harta, melainkan keberanian menantang garis nasib.

Dan ternyata, Pak Aritonang bukan satu-satunya. Hari itu pula, saya bersua dengan Pak Hutapea, seorang pemilik pengusaha filter berkualitas berlisensi pemasaran se-Asia. Ia pun datang ke Batam dengan tangan kosong, merintis dari nol, kini hidup berkecukupan dan disegani.

Tak lama, saya juga bertemu Jaka, anak muda penuh “api”. Dulu, ia sales suku cadang pabrik, kini pemilik perusahaan peralatan industri dengan cabang hingga Batam. Bahkan, memiliki kapal 10.000 DWT untuk menunjang usahanya. Dari obrolan singkat, saya tahu: Batam adalah rumah bagi mereka yang berani memulai.

Bacaan Lainnya
BACA JUGA:  Gubernur Ansar: Kehadiran Solder Tin Andalan Indonesia Jadi Penanda Industrialisasi Kepri yang Progresif dan Strategis

Kisah-kisah serupa tersebar di sudut-sudut Batam. Ada yang berhasil mengubah strata kehidupan, ada pula yang kandas di tengah jalan. Di balik gemerlap kisah sukses, selalu ada air mata perantau yang tak tertulis. Batam, tanah janji sekaligus medan laga yang kejam.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *