Menurut Taufan Rahmadi, anggota Tim Monitoring dan Akselerasi KEK Pariwisata 2023–2024 Kemenparekraf RI, kasus Tanjung Sauh mencerminkan problem klasik dalam pengembangan KEK di Indonesia: regulasi yang tumpang tindih, koordinasi antarlembaga yang belum efektif, dan lemahnya jaminan hukum bagi investor.
“Harmonisasi regulasi dan pembentukan Tim Transisi Hukum dan Investasi harus segera dilakukan. Pemerintah perlu memastikan, lewat surat resmi, bahwa PP 47/2025 tidak membatalkan status KEK. Kepastian hukum adalah fondasi kepercayaan investor,” tegasnya.
Namun Taufan tidak hanya menyoroti sisi hukum. Ia juga menekankan pentingnya membangun ekosistem investasi yang berkualitas — integrasi rantai pasok, infrastruktur yang siap, dan sumber daya manusia yang mumpuni.
“Jika ketiganya berjalan beriringan, Tanjung Sauh bisa menjadi integrated economic habitat yang memberi nilai tambah bagi Batam–Bintan dan Indonesia,” ujarnya optimistis.
Sementara itu, Peneliti BACenter, Chairil Abdini, menilai bahwa jalan terbaik adalah penyelesaian bersama.
