Osman kemudian mempertanyakan arah kebijakan ini: apakah akan membuat sistem perizinan dan pelayanan publik menjadi lebih efisien atau justru menambah kerumitan. Ia mengingatkan, jika dualisme kewenangan ini terus dibiarkan, pelayanan publik bisa terhenti karena rasa takut dan ketidakpastian hukum di kalangan pejabat maupun masyarakat.
“Baik pejabat maupun masyarakat sekarang ini berada dalam posisi rawan hukum. Karena tidak jelas mana yang benar, mana yang harus dijalankan. Ini bisa mengakibatkan pelayanan berhenti total,” katanya.
Menutup pernyataannya, Osman mendesak pemerintah pusat untuk segera meninjau ulang kebijakan yang tumpang tindih di Batam, khususnya di sektor pelayaran dan maritim. Ia menilai perlu ada kejelasan pembagian kewenangan antara Kementerian Perhubungan dan BP Batam agar pelayanan publik kembali berjalan efektif, efisien, dan tidak menimbulkan persoalan hukum di kemudian hari.
“Kami mendorong pemerintah pusat melakukan harmonisasi regulasi. Batam harus tetap menjadi kawasan yang kondusif bagi investasi dan industri maritim, bukan menjadi korban dari kebijakan yang saling tumpang tindih,” pungkasnya. (IMAN)