FMPBM Dorong Penyatuan Dewan Kawasan BBK: ‘Jangan dari Mulut Harimau Masuk ke Mulut Buaya’

“Kritik PP 25 dan Tumpang Tindih Kewenangan Dinilai Hambat Pelayanan Publik di Kepri”

IDNNEWS.CO.ID, Batam – Anggota Forum Masyarakat Peduli Batam Maju (FMPBM), Martin, menegaskan perlunya penyatuan pengelolaan kawasan strategis Batam, Bintan, dan Karimun (BBK) dalam satu Dewan Kawasan terpadu untuk memperkuat tata kelola pemerintahan dan memperlancar pelayanan publik di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).

Dalam forum diskusi publik terkait implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB), Martin menyoroti berbagai hambatan yang muncul akibat pembagian kewenangan yang tidak jelas antara pemerintah daerah, Badan Pengusahaan (BP), dan kementerian terkait.

Bacaan Lainnya
BACA JUGA:  BP Batam Laporkan Langkah Strategis Percepatan Investasi ke Presiden Prabowo

“Ex officio atau tidak ex officio, dulu kami sudah perjuangkan agar Dewan Kawasan Batam, Bintan, Karimun disatukan. Kalau satu Dewan Kawasan, otomatis masalah ex officio itu selesai dengan sendirinya,” ujar Martin dalam diskusi santai bersama Ombudsman RI Perwakilan Kepri saat disambangi Forum Masyarakat Peduli Batam Maju, pada Senin (27/10/2025) pagi.

Namun, menurutnya, gagasan penyatuan tersebut tidak mendapat dukungan luas dari pihak-pihak terkait. Ia menilai keputusan yang diambil pemerintah lebih banyak dipengaruhi oleh pertimbangan politik ketimbang kepentingan masyarakat.

“Waktu itu kita usulkan agar Kepri ini maju bersama, Batam, Bintan, dan Karimun jadi satu kawasan di bawah satu Dewan Kawasan. Tapi ditolak. Sekarang keluar PP-nya malah berbeda. Saya lihat ini semua lebih ke arah politik, bukan kepentingan masyarakat,” ungkapnya.

BACA JUGA:  Langkah Proaktif, Ombudsman Kepri Adakan Akses Pengaduan di Desa Terpencil dan Terisolir

Martin juga menyoroti lambannya implementasi PP 25/2024 di lapangan. Ia menilai pemerintah tidak menyiapkan waktu transisi yang cukup untuk menyesuaikan struktur dan mekanisme kerja antarinstansi, terutama yang menyangkut pelayanan publik dan perizinan.

“PP sudah keluar, tapi daerah tidak siap. Misalnya di sektor lingkungan hidup, pelayanan perizinan tidak bisa jalan karena instansi di daerah belum siap menjalankan kewenangannya. Ini yang jadi persoalan,” ujarnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *