Dengan cara itu, arah kebijakan dinilai bisa lebih berpijak pada kepentingan masyarakat luas, bukan sekadar tekanan eksternal maupun kepentingan jangka pendek.
Rikson menyinggung kasus Rempang sebagai pelajaran berharga. Ia menilai penggusuran masyarakat adat dan warga setempat tanpa ruang dialog telah mengubah pembangunan menjadi tragedi kemanusiaan.
Kini, kata Rikson, Amsakar Ahmad yang menjabat sebagai Wali Kota Batam sekaligus Kepala BP Batam, memiliki pekerjaan rumah besar untuk membuktikan bahwa kepemimpinannya tidak hanya berpihak kepada investor, tetapi juga mendengar suara buruh, nelayan, dan masyarakat lokal.
“Keberpihakan inilah yang akan menguji apakah Batam bisa tumbuh sebagai kota yang modern sekaligus humanis,” tegasnya.
Lebih lanjut, Rikson mengingatkan bahwa Batam pernah dijuluki sebagai Bandar Dunia Madani—sebuah slogan yang sarat nilai keadilan, kesejahteraan, dan keberadaban.
Menurutnya, sudah saatnya slogan itu diwujudkan melalui kebijakan nyata yang tidak meminggirkan, melainkan memuliakan warganya.
“Kota ini tidak akan maju hanya dengan gedung-gedung tinggi dan investasi miliaran, tetapi dengan rasa keadilan yang tumbuh di hati setiap warganya,” pungkasnya.(iman)