Ia menegaskan perlunya pengaturan khusus terhadap arus masuk tenaga kerja dari luar daerah agar pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja tetap seimbang dengan ketersediaan tenaga kerja yang kompeten.
“Kita perlu aturan yang lebih tegas, bukan untuk membatasi, tapi memastikan mereka yang datang benar-benar siap bersaing di dunia kerja,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kepri, Diky Wijaya, menyebut adanya ambiguitas terkait posisi Kepri yang berada di urutan kedua tertinggi TPT nasional, yakni sebesar 6,6 persen, setelah Papua.
Diky menjelaskan, tingginya angka TPT tersebut tidak sepenuhnya mencerminkan kondisi ketenagakerjaan sebenarnya di Kepri. Dengan 26 ribu perusahaan PMA dan PMDN yang tersebar di 23 kawasan industri, kebutuhan tenaga kerja di Kepri sesungguhnya cukup besar.
“Artinya, sesungguhnya kebutuhan tenaga kerja justru cukup tinggi dibandingkan dengan kondisi pengangguran,” kata Diky.
Ia juga menilai, Kepri kini menjadi destinasi baru bagi pencari kerja dari berbagai daerah. Berdasarkan data BPS, 6,8 persen penduduk Kepri merupakan angkatan kerja muda berusia 17 tahun serta kelompok rentan.
“Kalau disejalankan dengan pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat, kemiskinan turun, dan inflasi di bawah 3 persen, maka posisi Kepri di urutan dua nasional itu sebenarnya ambigu,” tambahnya.