IDNNEWS.CO.ID, BATAM – Praktik judi online (Judol) kiranya telah menjalar hingga ke pelosok-pelosok negeri. Bahkan ruang lingkupnya telah mencapai tingkat desa dan kota. Salah satunya di wilayah Kepulauan Riau.
Bahkan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat, ada 66 ribu pemain judol dan telah menghabiskan dana hingga Rp432 Miliar. Ironisnya, para pelaku Judol ini ada yang masuk sebagai warga penerima bantuan sosial (bansos).
Hal ini diungkapkan Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), Sinar Danandjaya dalam literasi dan edukasi publik dengan mengusung tema ‘Bahaya dan Pencegahan Pinjaman Online Ilegal dan Judi Online’ yang diprakarsai Perhimpunan Indonesia Tionghoa (INTI) Batam dan GEMA INTI di One Batam Mall, Sabtu (26/7/2025).
“Secara nasional, terhitung 2017 hingga 2025 tercatat total kerugian akibat aktivitas keuangan ilegal (investasi bodong, pinjol ilegal dan gadai ilegal) telah mencapai Rp142 Triliun,” tegas Sinar.
Sementara itu, berdasarkan data dari Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Woro Srihastuti Sulistyaningrum diketahui, pemain judi online di Indonesia (nasional,red) sebanyak 4.000.000 orang.
Dimana para pemainnya tidak hanya berasal usia dewasa tetapi juga anak-anak. Tidak main-main, berdasarkan data demografi, pemain judi online usia di bawah 10 tahun mencapai 2% dari pemain, dengan total 80.000 orang.
Sebaran pemain antara usia antara 10 tahun hingga 20 tahun sebanyak 11% atau kurang lebih 440.000 orang, kemudian usia 21 sampai dengan 30 tahun 13% atau 520.000 orang.
Dan usia 30 sampai dengan 50 tahun sebesar 40% atau 1.640.000 orang dan usia di atas 50 tahun sebanyak 34% dengan jumlah 1.350.000 orang.
Kondisi ini pun, diakui Kepala OJK Kepri memunculkan kekhawatiran dan memunculkan kerusakan fondasi sosial masyarakat.
“Dana yang seharusnya digunakan untuk kebutuhan pokok justru dihabiskan untuk berjudi. Dan ini sangat berbahaya,” tambah Pria yang juga menjabat sebagai Ketua Satgas PASTI Provinsi Kepri ini.
Oleh karena itu, OJK Kepri Bersama Pemerintah Provinsi Kepri telah membentuk Satgas PASTI Daerah. Dimana tugas utamanya adalah menangani laporan masyarakat, memblokir aplikasi ilegal, dan memfasilitasi literasi keuangan yang menyasar komunitas akar rumput.
Selain itu, OJK Kepri juga menggandeng Kominfo dan lembaga penegak hukum dalam memblokir situs, akun media sosial, dan nomor ponsel yang terlibat dalam aktivitas penipuan.
“Edukasi adalah kunci utama. Kita tidak bisa hanya menunggu korban berikutnya. Harus ada gerakan nasional untuk membendung arus ini, terutama di kalangan anak muda,” tegasnya.(iman)