Dalam forum tersebut, Rifqi juga menyampaikan kritik konstruktif terhadap pola komunikasi organisasi yang selama ini cenderung berpusat di Jakarta. Menurutnya, daerah sering kali hanya dijadikan peserta pasif tanpa ruang menyampaikan masalah.
“Kita hampir tidak pernah dimintai pandangan. Kalaupun diundang ke Jakarta, sering kali hanya sekadar hadir tanpa diberi ruang. Ini yang harus kita perbaiki bersama,” katanya.
Rifqi juga mengisahkan perjuangan pengurus KAHMI di daerah dengan segala keterbatasan. Salah satunya seorang ketua majelis daerah yang hanya seorang guru bergaji Rp900 ribu, namun tetap menghidupi organisasi dengan dukungan keluarganya.
“Mereka adalah pahlawan-pahlawan KAHMI yang sesungguhnya,” ungkapnya penuh penghargaan.
Dua Kekuatan Besar KAHMI
Rifqi menegaskan bahwa KAHMI memiliki dua modal besar yang tidak dimiliki semua organisasi. Pertama, kapasitas akademik-intelektual dengan banyaknya kader bergelar doktor, profesor, hingga rektor di berbagai universitas.
Kedua, kekuatan kader ASN yang tersebar di birokrasi, mulai dari PNS hingga PPPK, yang dapat mendorong lahirnya kebijakan pro-rakyat.
“Kita tidak kekurangan orang pintar. Kita juga punya banyak kader yang bekerja di pemerintahan. Mereka inilah yang bisa memastikan nilai perjuangan KAHMI hadir dalam kebijakan publik,” tandas Rifqi.