IDNNEWS.CO.ID, Jakarta – Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mendorong agar para pengusaha lokal terus tumbuh dan berkembang, hingga mampu menjadi pemain utama di negeri sendiri. Hal ini termasuk untuk industri pengelola komoditas pasir kuarsa.
Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/Wakil Kepala BKPM Todotua Pasaribu mengatakan, pihaknya menerima kunjungan Himpunan Penambang Kuarsa Indonesia (HIPKI).
Hal ini didasari potensi pasir kuarsa di Indonesia mulai menjadi perhatian sejumlah investor dalam dan luar negeri.

“Kami tentu membutuhkan informasi yang komprehensif dari berbagai asosiasi yang mewadahi banyak lini usaha. Dalam hal ini, asosiasi usaha pertambangan pasir kuarsa menyampaikan terkait masalah lahan dan perizinan di daerah penghasil pasir kuarsa di Indonesia,” kata Todotua dalam keterangan tertulis, Sabtu (8/2/2025).
Todotua mengatakan, pemerintah ingin memastikan dukungan penuh terhadap pemberdayaan pengusaha lokal, serta dengan pembuatan kebijakan yang dapat mempermudah proses izin tanpa mengesampingkan risiko yang akan dihadapi.
Selain itu, pihaknya juga ingin agar setiap investasi besar masuk ke Indonesia, pengusaha lokal dapat dilibatkan dan mengambil peran. Oleh karena itu, penguatan industri lokal, khususnya yang bergerak untuk hilirisasi menjadi sangat penting.
“Saatnya pengusaha lokal menjadi tuan di negeri sendiri dan menjadi subjek serta objek untuk ikut serta dalam pembangunan ekonomi di daerahnya,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Umum HIPKI Ady Indra Pawennari menilai, selisih Harga Patokan Mineral (HPM) di berbagai provinsi mengurangi daya saing investasi sektor tambang tersebut. Pihaknya juga menyoroti perbedaan regulasi dan kebijakan antar daerah terkait penambangan pasir kuarsa.
“Saat ini HPM Pasir Kuarsa di Lingga dan Natuna, Kepri, ditetapkan Rp 250 ribu per ton. Sedangkan di Ketapang, Kalimantan Barat, hanya Rp 26.415 per ton, dan di Sambas Rp 66.038 per ton. Perbedaannya bisa mencapai 946%,” ujar Ady.
Menurut Ady, perbedaan ini tidak sesuai dengan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang mengatur HPM harus merujuk pada harga di mulut tambang.
“Seharusnya jika semua daerah mengacu pada aturan yang ada, HPM pasir kuarsa akan relatif seragam atau setidaknya tidak berbeda terlalu jauh,” imbuhnya.
Selain perbedaan HPM, Ady juga menyoroti proses perizinan tambang yang memakan waktu hingga 2-3 tahun. Hal ini dinilai tidak sejalan dengan kebutuhan investor yang menginginkan suplai bahan baku yang besar dan berkelanjutan.
“Pemerintah perlu mempercepat proses perizinan dari Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) ke IUP Operasi Produksi, dengan tetap sesuai dengan peraturan yang berlaku,” kata dia.(****)