Osman Hasyim : Batam di Persimpangan ‘Investasi dan Keadilan Ekonomi’

Osman Hasyim
Osman Hasyim


“Mandalika tumbuh karena kepastian hukum dan tata kelola yang kuat. Hasilnya: investasi Rp 5,7 triliun dan 19 ribu tenaga kerja terserap,” ujarnya.

Pemerintah pusat pun menunjukkan komitmen. Dalam rapat terbatas 22 Juli 2025, Presiden Prabowo Subianto menegaskan pentingnya KEK sebagai motor pemerataan ekonomi.
“Setiap KEK harus menjadi ruang pertumbuhan yang menghadirkan kesejahteraan,” katanya.

Namun di Batam, janji kesejahteraan itu masih dibayangi tanda tanya. Apakah kebijakan baru ini benar-benar menghadirkan keadilan, atau justru melahirkan jurang baru antara pusat kekuasaan ekonomi dan masyarakat lokal?

Bacaan Lainnya
BACA JUGA:  BP Batam Gelar Sosialisasi Lahan Agribisnis untuk Warga Temiang

Suara Masyarakat: Transparansi yang Hilang

Di sisi lain, Forum Masyarakat Peduli Batam Maju (FMPBM) menjadi salah satu kekuatan sipil yang paling vokal. Mereka menilai penerapan PP Nomor 25 Tahun 2025 — turunan dari Omnibus Law — justru memperbesar kewenangan BP Batam tanpa batas yang jelas.

“BP Batam kini memegang hampir semua izin: lingkungan, teknis, bahkan usaha. Kami khawatir lembaga ini menjadi super body yang tidak sejalan dengan sistem pemerintahan,” tegas Ketua FMPBM, Osman Hasyim.

Menurut Osman, masih banyak “area abu-abu” dalam pembagian kewenangan antara BP Batam, Pemko, dan kementerian. Kondisi ini menciptakan kebingungan bahkan bagi pelaku usaha yang patuh hukum.

BACA JUGA:  Pelaku Pengeroyokan di Depan Lift Majestik KTV Divonis 15 Bulan Penjara

Lebih jauh, FMPBM menyoroti minimnya transparansi informasi publik. “Masyarakat sulit mengakses data izin, investasi, dan lahan. Padahal transparansi adalah fondasi kepercayaan,” tambah Osman.

Kini, Batam seperti berdiri di persimpangan: antara menjadi laboratorium investasi nasional atau tetap menjadi rumah bagi warganya yang beragam.

Masyarakat tidak menolak pembangunan, mereka hanya meminta satu hal — keadilan dan keterbukaan.

“Batam bukan sekadar kawasan ekonomi. Ini tempat kami hidup dan beranak-pinak,” ucap seorang warga pesisir dengan nada pelan namun tegas.

Revisi PP mungkin hanya deretan pasal di atas kertas, tapi dampaknya bisa menentukan arah masa depan Batam — kota yang sejak lama menjadi jantung ekonomi perbatasan Indonesia.

BACA JUGA:  Kejati Kepri Tetapkan Oknum BP Karimun Terkait Korupsi Pengaturan Barang Kena Cukai

Diskusi tentang Batam bukan hanya tentang angka investasi atau besaran kawasan industri. Ia adalah cermin bagaimana Indonesia mengelola pertumbuhan: apakah berpihak pada modal semata, atau juga pada manusia dan lingkungannya.

Sebagaimana dikatakan Prof. Syamsul Bahri menutup forum BACenter, “Percepatan ekonomi bukan sekadar urusan investasi. Ia adalah tentang governance, konsistensi, dan keberanian negara memastikan setiap janji pembangunan berpihak pada rakyat.”
Batam menunggu jawaban itu. (Iman Suryanto)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *