Ia juga menyoroti bahwa perbedaan kebijakan antara Batam, Bintan, dan Karimun hanya memperbesar jarak koordinasi dan memperlambat investasi.
“Kalau Dewan Kawasannya satu, semuanya bisa disatukan dalam satu arah kebijakan. Tapi sekarang karena berbeda, jadinya tidak sinkron dan malah bikin kebingungan,” katanya.
Martin menegaskan bahwa pelaku usaha tidak mempermasalahkan siapa yang mengeluarkan izin atau di mana proses dilakukan — yang terpenting adalah kepastian dan kesederhanaan proses perizinan.
“Bagi kami, bukan soal di mana izinnya dikeluarkan. Yang penting prosesnya sederhana, cepat, dan jelas. Jangan dari mulut harimau masuk ke mulut buaya,” tutupnya.
Sebagai informasi, PP Nomor 25 Tahun 2024 mengatur tata kelola Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas di beberapa wilayah, termasuk Batam, Bintan, dan Karimun. Peraturan ini menggantikan pengaturan lama dan menata ulang hubungan antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta Badan Pengusahaan.
Namun, penerapannya menimbulkan sejumlah persoalan teknis dan kelembagaan, terutama terkait pembagian kewenangan perizinan, pengawasan lingkungan, dan pelayanan publik di tingkat daerah. (Iman)
