Di setiap kampung nelayan modern akan tersedia Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPDN), cold storage untuk menjaga kesegaran ikan, gudang penyimpanan, pabrik es batu, gerai penyedia alat tangkap nelayan, serta bengkel perahu.
Selain itu, pengelolaan kampung nelayan akan dipercayakan kepada Koperasi Nelayan Merah Putih yang telah dibentuk di tiga lokasi tersebut.
“Kemarin kami sudah audiensi dengan koperasi. Dibahas mulai dari layout kawasan, unit usaha yang akan dijalankan, hingga rencana bisnis jangka panjang,” jelas Yudi.
Total anggaran pembangunan di tiga kampung nelayan modern ini bervariasi. Satu lokasi dialokasikan sebesar Rp7 miliar, lokasi lain Rp11 miliar, sementara yang terbesar mencapai Rp17 miliar.
Dari ketiga titik, Tanjung Banun menjadi kawasan dengan potensi terbesar. Hal ini lantaran letaknya yang strategis sebagai pusat bongkar muat hasil tangkapan nelayan.
“Tanjung Banun paling besar karena jarak titik nol ke pelantar cukup jauh, sekitar 162 meter. Nantinya kegiatan bongkar muat kapal dan hasil perikanan akan lebih terintegrasi,” ujar Yudi.
Proses pembangunan telah resmi dimulai pada Kamis, 19 September 2025, ditandai dengan survei lapangan dan penentuan titik nol. Pekerjaan melibatkan berbagai instansi, termasuk BP Batam yang bertanggung jawab atas master plan kawasan Tanjung Banun.